Himpunan Desainer Interior Indonesia atau HDII menilainya pelemahan rupiah yg disusul dengan kebijakan menambah Pajak Pendapatan Clausal 22 bakal berikan resiko terhadap industri interior yg 70% berbahan tetap import.
Baca Juga: harga semen tiga roda
Ketua Umum HDII, Lea Aziz mengemukakan depresiasi rupiah apabila menyentuk Rp15. 000 bakal berikan resiko terhadap industri rancangan interior lantaran 70% berbahan material datang dari import. Katakan saja umpamanya material sintesis, plastik buat rattan sintesis. Begitu juga dengan keramik marmer serta kaca.
Artikel Terkait: triplek
“Ini cat, pelitur, semua tetap import. Plastik, kita tetap import, rattan sintesis, HPL [high pressure laminate] itu juga tetap import. Bahan fabric juga kita cuman dikit, 2, 5% hingga 5% di Indonesia, bekasnya tetap import, ” jelas Lea di Indonesia Convention Exhibition, BSD City, Kamis (6/9/2018) .
Dia menyebutkan sejauh ini belumlah ada bahan material substitusi yg industrinya berada pada Indonesia. Bahan material yg tetap ada di Indonesia kebanyakan merupakan bahan baku umpamanya kayu serta bamboo, tetapi belum juga seluruhnya bersifat siap gunakan jadi bahan material.
Meski demikian, Lea menuturkan pelemahan rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) tak selamanya beresiko negatif untuk usaha interior. Dia ceritakan, dalam sejumlah periode krisis moneter di Indonesia, usaha rancangan interior terus eksis lantaran warga yg punyai dolar bakal condong beli rumah.
“Waktu krismon [krisis moneter] semua collapse, tetapi interior design tak. Lantaran banyak kantor menentukan ubah ke tempat tinggal, serta mereka diperlukan interior designer. Kini profesi desainer interior juga tak lagi di pandang mata sebelah. Kita udah bekerja dalam support pemerintah serta kita tidak sama dengan arsitek, ” jelas Lea.